Wednesday, November 18, 2009

Buku 28 Juni 2009 | 11:35 wib Impian Kaum Muda tentang Presiden

Judul : Andai Presiden Sehebat Harry Potter
Penulis : Roy Thaniago Dkk.
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Cetakan : I, 2009
Tebal : 188 halaman
AKHIR-akhir ini, muncul kekhawatiran publik bahwa kaum muda semakin apatis terhadap dunia politik. Kekhawatiran ini dilihat dari krisisnya generasi muda dalam regenerasi kepemimpinan politik. Di samping itu, publik menilai sense kaum muda untuk membicarakan gejolak politik semakin menjauh. Kaum muda diklaim banyak terlibat dalam gejolak budaya pop dan terasing darihiruk-pikuk politik praktis.
Kekhawatiran publik tersebut memang layak. Karena dalam gerak sejarah Indonesia, kaum muda selalu memainkan peran kunci dalam gerak transisi kebangsaan. Sejak era kolonial, Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi, kaum muda menjadi kunci terhapusnya imprealisme dan otoritarianisme kekuasaan. Kaum muda dengan jiwa idealismenya selalu berdiri pada garda depan dalam membela nasionalisme dan tumpah darah Indonesia. Tak salah kalau Pramoedya Ananta Toer pernah berujar,”Ya, yang bisa mengubah hanyalah generasi angkatan muda.”
Kaum muda itu gelisah, resah, dan mencoba merumuskan kepemimpinan bangsa di masa depan. Keresahan mereka itulah yang ditulis dalam buku bertajuk Andai Presiden Sehebat Harry Potter.
Buku ini bisa dikatakan sebagai mimpi politik kaum muda menjelang Pilpres mendatang. Mereka yang sedang bergelora dan bergejolak nalar politiknya mencoba merangkai bunga rampai pemikiran dengan ”bebas” dan ”memihak”. Tulisan mereka terkesan ”bebas” memberontak fakta pemimpin Indonesia yang kadang elitis, kebal hukum, dan jauh dari kesusahan rakyat. Tulisan mereka juga terlihat ”memihak”, karena mereka tidak rela kalau kaum kecil marjinal tidak dibela hak dan martabatnya oleh pemimpin.
Dalam tulisan Roy Thaniago yang bertitel ”Selamat Pagi, Mas Presiden!”, terlihat sekali keberanian penulis. Untuk menyapa Presiden saja, dia tidak mau menggunakan kata ”Bapak”, tetapi ”Mas”. Roy ingin menegaskan bahwa presiden Indonesia haruslah mereka yang berjiwa muda, bersemangat kaum muda, bersemangat untuk terus melakukan perubahan. Kalau Indonesia dipimpin presiden berjiwa menua, bagi Roy, Indonesia akan terlelap tidur dalam indahnya malam. Karena presiden yang menua tak pernah mau bangun dan bekerja di siang hari.
Dengan menyapa ”Mas”, Roy juga ingin menegaskan bahwa presiden juga sejajar dengan kaum muda lainnya. Terpilih menjadi presiden bukan jurang untuk bisa akrab dan bersama kaum muda untuk merembug masa depan bangsa. Selalu bercengkrama dengan kaum muda inilah yang dulu diperlihatkan Bung Karno ketika memimpin Indonesia. Setiap sore dan pagi, Bung Karno selalu berdiskusi dengan kaum muda di pinggir atau dibelakang istana negara. Bung Karno tidak mau berdiskusi di dalam istana. Beliau senang di luar istana, karena akanlebih mudah akrab dan ”bebas” membicarakan persoalan dengan kaum muda.
Pempimpin yang Kuat
Di samping menyuarakan pemimpin Indonesia yang merakyat, kaum muda ini juga memimpikan pemimpin yang kuat, tegar, dan tak menyerah dengan fakta permasalahan. Ini bisa dilihat dari tulisan Anton Lunardi yang judul ”Dicari: Seorang Superhero untuk Jadi Presiden” dan Berto Tukan dengan judul ”Andai Presiden Sehebat Harry Potter”. Keduanya menginginkan pemimpin Indonesia tidak hanya bisa berkampanye dan mengobral janji manis bagi rakyat. Pemimpin Indonesia bukan sekadar bisa memajang foto manis di koran, iklan bersama kaum miskin, atau dengan jargon-jargon simbolik yang terkadang menipu.
Presiden Indonesia haruslah berkekuatan ”hero” atau ”harry potter”. Dialah pemimpin yang berani di garda depan dalam menyelesaikan berbagai problem. Berani menempuh langkah besar, bahkan berani mempertaruhkan jiwa-raganya untuk kejayaan Indonesia. Bertekad besar mewujudkan segala impian rakyatnya untuk lebih maju dan sejahtera. Bertaruh dengan sungguh seratus persen untuk perjuangan Indonesia. Itulah pemimpin yang akan menghadirkan keajaiban kebijakan yang spektakuler.
Dalam konteks ini, menarik yang diungkapkan Bung Syahrir, bahwa hidup yang tak dipertaruhkan, hidup yang tak dimenangkan. Selain itu, kaum muda ini juga menyuarakan visi kerakyatan presiden mendatang. Lewat tulisan bertajuk ”Andai Presiden Kita Mau Nongkrong di Terminal”, Elsye Christieyani Susanto memaparkan sosok presiden yang tidak canggung dengan kaum kecil di pinggiran. Tidak usahlah bagi presiden dengan banyak pengawal ketika mau nongkrong di terminal. Presiden perlu membiasakan diri bergaul dengan berbagai kaum miskin di pinggir peradaban yang kumuh dan kumal.
Presiden perlu melihat kekumuhan, kesemrawutan, dan keriuhan warga di berbagai tempat. Bahkan kalau perlu ”menyamar” agar bisa melihat langsung tanpa kawalan, tanpa simbol politik, dan tanpa keriuhan pejabat lokal menyambut kedatangan presiden. Visi kerakyatan inilah yang harus melekat dalam diri presiden. Terjebak dalam elitisme hanya menjadikan presiden yang miskin referensi ihwal nasib kaum kecil. Sangat sulit, bahkan mustahil, kalau tidak merasakan nasib kaum miskin, kebijakan presiden bisa mengentaskan kemiskinan dan mensejahterahkan kaum marjinal.Etos berfikir kaum muda yang tertuang dalam buku ini menjadi harapan penting bagi Indonesia menjelang Pilpres mendatang. Harapan itu, bagi kaum muda, pastilah ingin menjadi kenyataan. Kita tunggu dan kita lihat kontestasi para kandidat menjelang Pilpres. Siapakah yang paling berani mewujudkan impian di atas? Kita tunggu bersama jawabannya. (73)
(Muhammadun AS/)

No comments:

Post a Comment